Cek PPH 21 Pegawai Tidak Tetap Seluruh daerah kota & provinsi di Indonesia

PERSONAL
PENGHASILAN
PENGHITUNGAN PPH 21 PEGAWAI TIDAK TETAP
PPH 21 Pegawai Tidak Tetap

Apa Itu PPh 21 untuk Pegawai Tidak Tetap?

Definisi PPh 21 Pegawai Tidak Tetap

PPh 21 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Pegawai tidak tetap adalah karyawan yang bekerja dengan kontrak sementara atau berdasarkan waktu tertentu, termasuk tenaga lepas, freelance, pekerja harian, dan kontraktor yang tidak memiliki status pegawai tetap di suatu perusahaan.

Dasar Hukum dan Regulasi PPh 21

Peraturan mengenai PPh 21 diatur dalam beberapa regulasi resmi, antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
  4. Peraturan Menteri Keuangan yang terkait.
  5. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur teknis pelaksanaan pemotongan PPh 21.

Perbedaan Pegawai Tetap dan Tidak Tetap dalam PPh 21

Perbedaan utama antara pegawai tetap dan tidak tetap dalam konteks PPh 21 terletak pada status kepegawaian dan metode perhitungan pajaknya. Berikut adalah perbedaan karakteristik keduanya:

AspekPegawai TetapPegawai Tidak Tetap
Status KepegawaianKaryawan dengan kontrak kerja jangka panjang atau permanenKaryawan dengan kontrak kerja sementara atau proyek tertentu
Perhitungan PajakPPh 21 dipotong berdasarkan penghasilan bulanan dan penghitungan tahunanPPh 21 dipotong berdasarkan penghasilan yang diterima setiap kali pembayaran
Penghasilan yang Dikenakan PajakGaji pokok, tunjangan, bonus, dan fasilitas lainnyaHonorarium, upah harian, atau pembayaran jasa
Pemotongan PajakPotongan dilakukan secara rutin setiap bulanPotongan dilakukan sesuai pembayaran atau per kontrak kerja
DokumentasiMendapatkan bukti potong setiap bulan dan laporan tahunanMendapatkan bukti potong berdasarkan pembayaran yang diterima

Kategori Penghasilan Pegawai Tidak Tetap

Jenis Penghasilan yang Dikenakan PPh 21

Pegawai tidak tetap menerima berbagai jenis penghasilan yang menjadi objek pemotongan PPh 21. Berikut adalah jenis-jenis penghasilan yang dikenakan PPh 21 untuk pegawai tidak tetap:

  1. Upah harian yang dibayarkan sesuai dengan hari kerja atau jam kerja.
  2. Upah borongan, yaitu pembayaran berdasarkan hasil pekerjaan tertentu.
  3. Honorarium untuk tenaga ahli, freelancer, atau pekerja lepas.
  4. Tunjangan atau insentif yang dibayarkan secara tidak rutin.
  5. Penghasilan lain yang terkait dengan pekerjaan, seperti bonus proyek atau komisi.

Contoh Perhitungan PPh 21 untuk Berbagai Kategori Penghasilan

Berikut simulasi perhitungan PPh 21 untuk beberapa kategori penghasilan pegawai tidak tetap dengan tarif umum sesuai ketentuan perpajakan saat ini:

Kategori PenghasilanJumlah Penghasilan (Rp)Penghasilan Kena Pajak (PKP) (Rp)Tarif PPh 21PPh 21 Terutang (Rp)
Upah Harian (20 hari kerja @ Rp 150.000)3.000.0003.000.0005%150.000
Upah Borongan Proyek7.000.0007.000.0005%350.000
Honorarium Freelancer4.500.0004.500.0005%225.000
Tunjangan Proyek2.000.0002.000.0005%100.000
Bonus Insentif1.500.0001.500.0005%75.000

Catatan: Tarif PPh 21 untuk pegawai tidak tetap biasanya dikenakan tarif final sebesar 5% dari penghasilan bruto sesuai Peraturan Pemerintah yang berlaku.

Tarif dan Perhitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap

Tarif Pajak PPh 21 Sesuai Penghasilan

Tarif PPh 21 untuk pegawai tidak tetap dapat berbeda tergantung pada jenis penghasilan dan ketentuan perpajakan yang berlaku. Berikut adalah skala tarif yang umum digunakan:

  1. Tarif final sebesar 5% dari penghasilan bruto untuk penghasilan dari jasa tertentu seperti freelance, pekerja harian, dan kontraktor.
  2. Tarif progresif sesuai lapisan penghasilan untuk penghasilan yang tidak dikenakan tarif final, mengikuti tarif PPh 21 umum (5% sampai 30%).
  3. Penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak dikenakan pajak.
  4. Penghasilan yang dikenakan tarif final tidak perlu digabungkan dalam penghitungan penghasilan tahunan.
  5. Penghasilan dari pegawai tidak tetap yang dibayar dengan upah harian atau borongan biasanya dikenakan tarif final 5%.

Perhitungan PPh 21 Final dan Tidak Final

PPh 21 bisa dikenakan secara final maupun non-final tergantung jenis penghasilan dan status penerima:

  1. PPh 21 Final: Dikenakan pada penghasilan seperti upah harian, borongan, dan honorarium yang bersifat sekali bayar dengan tarif 5% dari bruto.
  2. PPh 21 Non-Final: Berlaku untuk pegawai tetap atau penghasilan yang diperhitungkan dalam SPT tahunan dengan tarif progresif.
  3. Penghasilan final tidak perlu dilaporkan ulang dalam SPT tahunan untuk PPh 21.
  4. PPh 21 non-final harus dihitung berdasarkan penghasilan neto setelah dikurangi biaya dan PTKP.
  5. Pemotongan PPh 21 final dilakukan saat pembayaran penghasilan, sedangkan non-final dilakukan setiap bulan dan disetorkan ke kantor pajak.

Cara Menghitung PPh 21 dengan Contoh Praktis

Berikut langkah perhitungan PPh 21 untuk pegawai tidak tetap dengan penghasilan final 5%:

  1. Identifikasi jumlah bruto penghasilan yang diterima (misal: Rp 4.000.000).
  2. Terapkan tarif final 5% terhadap penghasilan bruto.
  3. Hitung PPh 21 = 5% × Rp 4.000.000 = Rp 200.000.
  4. Pajak sebesar Rp 200.000 ini yang harus dipotong dan disetorkan oleh pemberi kerja.
  5. Pegawai menerima penghasilan bersih Rp 4.000.000 - Rp 200.000 = Rp 3.800.000.

Untuk penghasilan non-final, perhitungan lebih kompleks karena harus memperhitungkan penghasilan neto, PTKP, dan tarif progresif sesuai lapisan penghasilan tahunan.

Proses Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 21

Pihak yang Wajib Memotong PPh 21

PPh 21 harus dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan kepada pegawai atau penerima penghasilan, yang umumnya adalah:

  1. Perusahaan atau pemberi kerja yang mempekerjakan pegawai tetap maupun tidak tetap.
  2. Instansi pemerintah yang membayar honorarium atau gaji.
  3. Pengusaha atau pemberi kerja yang menggunakan jasa tenaga lepas atau kontraktor.
  4. Wajib pajak badan yang melakukan pembayaran atas jasa tertentu.
  5. Entitas lain yang memiliki kewajiban memotong PPh 21 sesuai ketentuan perpajakan.

Tata Cara Penyetoran Pajak PPh 21

Setelah melakukan pemotongan PPh 21, wajib pajak harus menyetor pajak yang dipotong ke kas negara dengan mekanisme sebagai berikut:

  1. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pemotongan.
  2. Penyetoran dilakukan melalui bank persepsi, kantor pos, atau melalui sistem online seperti e-Billing.
  3. Wajib menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Kode Akun Pajak (KAP) yang sesuai untuk setor PPh 21.
  4. Dokumentasi bukti setor harus disimpan sebagai bukti pemenuhan kewajiban pajak.
  5. Pelaporan dan penyetoran dilakukan secara rutin sesuai periode pemotongan (bulanan).

Pelaporan PPh 21 dan Formulir yang Digunakan

Pelaporan PPh 21 harus dilakukan secara tepat waktu menggunakan formulir dan dokumen berikut:

  1. SPT Masa PPh 21/26 (Formulir 1721A1/A2): Formulir pelaporan bulanan yang wajib disampaikan oleh pemotong pajak.
  2. Bukti Potong PPh 21 (Formulir 1721A1/A2): Bukti potong yang diberikan kepada pegawai sebagai tanda bahwa pajak telah dipotong.
  3. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (Formulir 1770, 1770S, atau 1770SS): Dilaporkan oleh pegawai untuk melaporkan penghasilan dan pajak yang telah dipotong.
  4. Pelaporan dilakukan secara elektronik melalui sistem e-Filing Direktorat Jenderal Pajak.
  5. Dokumen pelaporan harus dilengkapi dengan bukti setor dan bukti potong sebagai lampiran.

Pengecualian dan Ketentuan Khusus PPh 21 Pegawai Tidak Tetap

Penghasilan Di Bawah PTKP yang Tidak Dipotong Pajak

PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah batas penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan. Jika penghasilan pegawai tidak tetap berada di bawah PTKP, maka tidak wajib dipotong PPh 21. Contoh penerapan PTKP pada tahun terbaru adalah sebagai berikut:

KategoriPTKP Tahunan (Rp)PTKP Bulanan (Rp)
Wajib Pajak Orang Pribadi54.000.0004.500.000
Tambahan untuk Status Kawin4.500.000375.000
Tambahan untuk Setiap Tanggungan Maksimal 3 Orang4.500.000375.000

Jika total penghasilan bulanan pegawai tidak tetap di bawah PTKP bulanan, maka pemberi kerja tidak wajib memotong PPh 21.

PPh 21 untuk Pekerja Lepas, Freelancer, dan Tenaga Ahli

Ketentuan khusus bagi pekerja lepas, freelancer, dan tenaga ahli adalah sebagai berikut:

  1. Pajak biasanya dipotong secara final dengan tarif 5% dari bruto penghasilan.
  2. Penghasilan yang bersifat tidak tetap dan tidak rutin masuk dalam kategori ini.
  3. Pemotongan dilakukan setiap kali pembayaran diterima.
  4. Pekerja lepas wajib mendapatkan bukti potong dari pemberi kerja.
  5. Pekerja lepas dan freelancer tidak perlu menggabungkan penghasilan final ini dalam SPT tahunan.

PPh 21 untuk Pegawai Tidak Tetap dengan Penghasilan Tidak Tetap

Pegawai tidak tetap yang penghasilannya berubah-ubah setiap periode mendapatkan perlakuan sebagai berikut:

  1. Pemotongan PPh 21 dilakukan berdasarkan penghasilan yang diterima setiap kali pembayaran.
  2. Jika penghasilan di bawah PTKP, tidak dilakukan pemotongan pajak.
  3. Penghitungan pajak menggunakan tarif final 5% untuk penghasilan yang bersifat honorarium atau jasa.
  4. Perhitungan dan pemotongan dilakukan oleh pemberi kerja secara langsung.
  5. Bukti potong wajib diberikan sebagai tanda pemotongan pajak yang telah dilakukan.

Dampak dan Sanksi Keterlambatan Pelaporan PPh 21

Sanksi Administrasi dan Denda

Keterlambatan atau kesalahan dalam pelaporan PPh 21 dapat menyebabkan berbagai sanksi dan denda yang merugikan pemberi kerja maupun pegawai, antara lain:

  1. Denda keterlambatan penyetoran pajak sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang harus disetor.
  2. Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh 21 sebesar Rp100.000 untuk setiap masa pajak yang terlambat dilaporkan.
  3. Denda atas kesalahan pengisian SPT atau pelaporan yang tidak sesuai dengan ketentuan.
  4. Risiko pemeriksaan pajak dan penagihan pajak yang dapat menimbulkan biaya tambahan.
  5. Potensi kerugian reputasi perusahaan dan terganggunya hubungan dengan otoritas pajak.

Cara Menghindari Kesalahan dalam Pelaporan

Untuk menghindari sanksi dan denda, berikut beberapa tips dan trik yang dapat diterapkan dalam pelaporan PPh 21:

  1. Pastikan melakukan pemotongan PPh 21 secara tepat waktu setiap bulan.
  2. Gunakan sistem administrasi yang terorganisir dan software perpajakan untuk pencatatan dan pelaporan.
  3. Periksa kembali data penghasilan dan bukti potong sebelum melakukan pelaporan.
  4. Manfaatkan layanan e-Filing untuk pelaporan SPT secara elektronik agar lebih cepat dan aman.
  5. Selalu simpan bukti penyetoran dan dokumen pendukung sebagai arsip dan bukti pelaporan.