Pajak PPh 22 adalah salah satu jenis pemungutan pajak penghasilan (PPh) yang dilakukan oleh pihak tertentu saat melakukan transaksi tertentu. Pajak ini bertujuan untuk mempercepat penerimaan pajak oleh negara dan mengawasi potensi pajak atas penghasilan dari kegiatan perdagangan atau impor barang. Dengan demikian, pajak PPh 22 menjadi salah satu alat kontrol fiskal terhadap aktivitas ekonomi dan penghasilan wajib pajak.
Dasar hukum pajak penghasilan PPh 22 diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008. Selain itu, ketentuan teknisnya juga diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, misalnya PMK No. 34/PMK.010/2017. Regulasi ini menjelaskan lebih rinci mengenai siapa saja subjeknya, objek transaksi, serta tarif yang dikenakan dalam PPh 22.
Pihak yang wajib memungut pajak PPh 22 adalah badan usaha atau instansi pemerintah tertentu. Berikut adalah pihak-pihak tersebut:
Tidak semua transaksi dikenai pajak penghasilan PPh 22. Hanya transaksi tertentu yang menjadi objek, yaitu:
Kegiatan impor merupakan salah satu objek utama pajak penghasilan PPh 22. Pemungutan dilakukan saat barang memasuki wilayah Indonesia. Tarif PPh 22 atas impor umumnya:
Jenis Importir | Tarif PPh 22 |
---|---|
Importir ber-NPWP | 2,5% dari nilai impor |
Importir tidak ber-NPWP | 7,5% dari nilai impor |
Beberapa hasil produksi yang dijual oleh produsen atau distributor tertentu juga dikenakan pajak PPh 22. Contohnya seperti kendaraan bermotor, semen, baja, dan rokok.
Berikut adalah tarif umum yang berlaku:
Jenis Transaksi | Tarif |
---|---|
Pembelian oleh bendahara pemerintah | 1,5% dari nilai pembayaran |
Penjualan hasil produksi ke distributor | 0,45% s.d. 1,5% |
Impor barang | 2,5% - 7,5% tergantung NPWP |
Pembelian BBM dan gas oleh agen/distributor | 0,3% dari harga jual |
Pajak PPh 22 dipungut pada saat transaksi terjadi, seperti saat pembayaran oleh bendahara atau saat pengeluaran barang impor di pelabuhan. Mekanisme ini menjamin bahwa penerimaan pajak penghasilan PPh 22 dilakukan secara real time dan tepat waktu.
Setelah dipungut, pajak harus disetor ke kas negara melalui bank persepsi atau sistem e-billing. Kemudian dilaporkan dalam SPT Masa PPh 22. Berikut langkah-langkahnya:
Tidak semua transaksi dikenai pajak ini. Ada beberapa yang dikecualikan, antara lain:
Wajib Pajak yang merasa transaksi tidak seharusnya dikenai PPh 22 dapat mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB). Prosedurnya:
Jika pihak pemungut lalai dalam memungut atau menyetor pajak PPh 22, maka akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan Undang-Undang Perpajakan:
Besarnya denda dan bunga dihitung berdasarkan jumlah pajak yang tidak dipungut atau disetor. Rinciannya:
Jenis Pelanggaran | Jenis Sanksi |
---|---|
Tidak memungut PPh 22 | 100% dari pajak yang seharusnya dipungut |
Telat setor PPh 22 | Bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan |
Tidak lapor SPT Masa | Denda Rp 100.000 per masa pajak |
Dengan memahami secara menyeluruh mengenai pajak PPh 22, mulai dari pengertian, objek, tarif, hingga mekanismenya, Wajib Pajak dapat menjalankan kewajiban perpajakan secara tepat dan menghindari potensi sanksi. Pajak penghasilan PPh 22 bukan hanya kewajiban, tapi juga bentuk kontribusi terhadap pembangunan negara.